Masalah Domestik Mutakhir Praktek Penggunaan Dana Pilkada Di Indonesia
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
1.
Adib Hermawan 120180301001
2.
Fani Aprilia Perdani 120180301010
3.
Novita Berhitu 120180301017
4.
Santi Oktariyandari 120180301023
5.
Yohanes Ari S 120180301026
- Pendahuluan
Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan
kedaulatan rakyat yang demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil. Melalui Pilkada langsung, masyarakat dapat menilai
langsung kualitas calon kepala daerah meliputi kompetensi, integritas, dan
kapabilitasnya. Proses pencalonan dan pemilihan menentukan kualitas dan
integritas Kepala Daerah terpilih. Fakta menunjukkan bahwa pelanggaran pada
Pilkada serentak tahun 2015 terjadi sejak sebelum pencalonan (pemutakhiran
data), pencalonan, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, hingga
rekapitulasi. Permasalahan yang ditemui hampir pada setiap tahapan adalah
masalah money politik.
Politik uang yang masih
ditemukan dalam Pilkada diduga menjadi salahsatu penyebab biaya Pilkada yang
harus dikeluarkan oleh calon Kepala Daerah menjadi sangat besar, sampai dengan hitungan
milyar. Besaran biaya yang dibutuhkan tidak seimbang dengan kemampuan yang dimiliki
oleh para calon Kepala Daerah. Dengan kondisi seperti itu, maka indikasi adanya
penyalahgunaan dana pilkada pada awal hingga proses berakhirnya masa pilkada.
Dengan begitu cukup penting adanya pembahasan mengenai dasar kebijakan
pendanaan pilkada, peran badan pengawas pilkada (Bawaslu) hingga upaya apa yang
dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan dana pilkada pada
periode pilkada selanjutnya di Indonesia.
- Pembahasan
1. Kebijakan Dasar
Pendanaan Pilkada
Ketentuan
Pasal 166 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengatur pendanaan pilkada
bersumber dari APBD dan dapat didukung oleh APBN, dalam ayat selanjutnya
disebutkan dukungan pendanaan dari APBN akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah, sampai saat ini Peraturan Pemerintah mengenai dukungan pendanaan
dari APBN belum juga diterbitkan.
Disisi
lain, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau sebelum dilakukan perubahan,
mengatur bahwa pendanaan pilkada bersumber dari APBN dengan dukungan pendanaan
dari APBD. Perubahan skema penganggaran inilah yang mungkin membuat daerah
luput untuk mengalokasikan anggaran pilkada dalam pembahasan APBDnya atau bisa
jadi daerah berasumsi bahwa ketentuan penganggaran ini tidak akan berubah
seperti yang diatur dalam Perpu dan mungkin daerah hanya mempersiapkan dana
dukungan pilkada.
Terkait pendanaan penyelenggaraan pilkada, Presiden Joko
Widodo mengatakan dana pilkada serentak yang mencapai Rp 7 triliun seluruhnya
menjadi tanggungan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) dari masing
daerah yang akan menyelenggarakan pilkada. Pada rapat terbatas pembahasan
pilkada di Kantor Presiden Jakarta tahun 2015 disebutkan bahwa biayapengamanan
tidak masuk pada anggaran APBD.Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 20015
tentang Pilkada, pendanaan Pilkada dibebankan kepada APBD dan dapat didukung
oleh APBN. Dengan demikian, pemerintah pusat hanya akan menambah atau menambal
biaya yang tidak bisa didanai oleh APBD. Namun untuk persiapan pilkada tahun
2019 Presiden mengungkapkan, kekurangan biaya pengamanan bisa dibantu dari
APBN. Untuk itu Presiden meminta Menko Polhukam, Mendagri, Kapolri dan Menteri
Keuangan (Menkeu) secepatnya berkoordinasi soal penganggaran untuk keamanan
ini.
2.
Bawaslu sebagai Badan Pengawas Pelaksanaan
Pilkada
Pengawasan
pemilu muncul karena adanya ketidakpercayaan terhadap pemilu yang dianggap
telah disetting oleh kekuatan rezim penguasa. Dan pelanggaran serta kecurangan
pemilih dalam melaksanakan pesta demokrasi tersebut. Serta adanya era reformasi
yang menunut untuk penyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil maka dibentuklah
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat Pusat, di tingkat Provinsi sampai
Pembentukan Panitia Pengawasan Pemilu di tingkat Kabupaten/ Kota. Adanya
kecenderungan pelanggaran di setiap pemilu salah satunya karena keterbatasan
jumlah pengawas jika dilihat dari banyaknya Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang
ada. Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) adalah
lembaga negara yang memiliki tugas dalam pengawasan pemilihan umum (Pemilu),
dengan pendekatan pencegahan sekaligus penindakan. Untuk meminamilisir hal
tersebut, salah satunya adalah melibatkan masyarakat dalam hal pengawasan
pemilu tersebut, sehingga masyarakat ikut serta mengawal hak pilihnya bukan
hanya menunggu hasil semata. Dengan adanya keterlibatan masyarakat maka
kepercayaan masyarakat terhadap integritas proses dan hasil pemilu meningkat.
Badan Pengawas
Pemilu merupakan lembaga yang bersifat tetap. Anggotanya diangkat sekali dalam
5 tahun atau bersifat tetap. Sedangkan Panwaslu di Provinsi, Panwaslu di
Kabupaten/Kota, Panwaslu di Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri bersifat ad hoc.
Panwaslu di Provinsi, Panwaslu di Kabupaten/Kota, Panwaslu di Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk paling
lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai
dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilu selesai.Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.Panwaslu
di Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. Panwaslu Kabupaten/Kota
berkedudukan di ibu kota Kabupaten/kota. Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu
kota kecamatan. Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di desa/kelurahan. Pengawas
Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
Keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan profesional yang mempunyai kemampuan
dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik.
3.
Praktek Penyalahgunaan Pendanaan Pilkada
di Indonesia
Berdasarkan survei
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sumber dana peserta Pilkada diperoleh,
antara lain: 82.6% responden menerima sumbangan untuk pendanaan pilkada, 34.7%
menerima sumbangan melebihi yang dilaporkan dalam LPSDK, dan 71.3% responden
menyatakan bahwa donatur mengharapkan balasan di kemudian hari saat cakada
menjabat. Hal inilah yang menjadi polemik dalam kancah perpolitikan di
Indonesia. Menurut peneliti ICW (Indonesia
Corruption Watch) Donal Fariz, tidak sedikit modal kampanye dilakukan
dengan cara jual-beli perizinan usaha, jual-beli jabatan dan jual-beli proyek,
sehingga disinyalir ada hubungan kausalitas antara perizinan-perizinan yang
diberikan menjelang Pilkada dengan praktek-praktek korupsi di kemudian harinya.
Calon kepala daerah terpaksa harus menerima sumbangan tersebut karena dana yang
dikeluarkan calon kepala daerah sungguhlah luar biasa besar untuk kampanye,
sosialisasi dan bahkan adanya politik jual beli suara. Hal tersebut sangat mencederai upaya
membangun demokrasi melalui pemilu yang bersih di negeri ini.
Walaupun regulasi terkait dengan praktik politik uang
telah diperbarui pada tahun 2017 yaitu UU Pilkada terbaru No. 10 Tahun 2016, tentang
sanksi politik uang yang tertuang dalam pasal 73 mengatakan bahwa jika terbukti
melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi mulai dari administrasi pembatalan
sebagai pasangan calon oleh KPU dan UU Pilkada dalam Pasal 187 A ayat 1 dan 2 yang
mengatur bahwa pemberi dan penerima politik uang sama-sama akan dikenakan
sanksi, namun hal tersebut masih saja dilanggar oleh calon kepala daerah.
Pelanggran UU oleh calon kepala daerah inilah yang mencoreng kemurnian
perpolitikan Indonesia karena hal ini tidaklah mudah untuk diberantas dan sudah
menjadi tradisi dan kebiasaan di negara kita. Permasalahan serius seperti ini
apabila tidak segera ditangani oleh pemerintah maka akan berlarut-larut dan
bahkan bisa menjadi bencana, yaitu bencana sosial yang akibatnya akan diderita
oleh anak cucu dikemudian hari.
4.
Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Dana
Pilkada
Pemilihan kepala daerah
(Pilkada) dan pemilihan anggota legislatif (Pileg) di Indonesia saat ini
membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Karenanya, diperlukan strategi baru untuk
dapat menghemat anggaran pelaksanaan Pilkada dan Pemilu tersebut melalui
digitalisasi. Semua kegiatan menggunakan cara digital baik tahapan persiapan,
pelaksanaan pemungutan maupun rekapitulasi. Pemungutan suara menggunakan sistem
elektronik akan menghemat biaya logistik seperti kertas suara, tinta maupun
alat pencoblos seperti paku. Cara menekan biaya Pilkada yaitu:
1. Integrasi pendataan pemilih. Pendataan pemilih selama ini kerap
dilakukan terpisah antara Pilkada yang satu dan yang lain dengan Pemilu
nasional. Dalam penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar pemilih
Tambahan (DPTb) pada Pilkada 2018. Daftar pemilih ini, dapat menjadi DPT Pemilu
nasional tanpa perlu pendataan ulang di tahapan Pemilu 2019.
2.
Penerapan sistem elektronik untuk
rekapitulasi (e-rekapitulasi) pemungutan dan penghitungan suara. Selama ini,
rekapitulasi dilakukan secara manual dan berjenjang dari Tempat Pemungutan
Suara (TPS) hingga Provinsi. Hal itu memakan waktu lama dan biaya besar. Jika
dilakukan dengan cara e-rekapitulasi, ada penghematan waktu hingga 30 hari.
Hasil pemilu pun dapat diketahui lebih cepat oleh masyarakat. E-rekapitulasi
dilakukan dengan memindai formulir model C1. Formulir ini berisi hasil dan
rincian penghitungan perolehan suara di sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
3.
Ke depan perlu dikaji pencoblosan
suara elektronik atau e-voting secara bertahap, dimulai dipetakan daerah yang
memungkinkan dan belum. Diharapkan dengan perkembangan waktu/teknologi, pemilu
seluruhnya dapat dilakukan secara e-voting.
- PENUTUP
Proses pemilihan kepala daerah
atau Pilkada merupakan salah satu wujud dari praktek demokrasi era global untuk
menentukan seorang pemimpin. Pemimpin yang terpilih diharapkan seorang yang
terbaik dan capable dalam memimpin begitupula proses yang dilalui dalam
pemilihan tersebut. Adanya penyelewengan dana dari proses pilkada
merepresentasikan kualitas dari pemimpin
yang dipilih. Dengan begitu penyelewengan dana harus ditiadakan dengan berbagai
upaya agar mendapatkan pemimpin dengan jiwa dan karakter yang berkualitas.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk masa mendatang yaitu dengan
menggunakan pedataan berdasarkan media elektronik untuk menghemat anggaran pilkada.
Selain itu dengan menggunakan media elektronik diharapkan lebih transparan dan
efisien.
- REFERENSI
UU
RI No. 10 Tahun 2016, tentang Perubahan kedua atas UU No. 1 tahun 2015 tentang
penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 tahun 2014 tentang pemilihan
gubernur, bupati dan walikota menjadi UU
Donal
Fariz, peneliti ICW dalam pertemuan Demokrasi Tanpa Korupsi
Erizal,2008
Ilmu Politik, Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan, Afabet,
BandungSurbakti, Ramlan 2004 Seminar Evaluasi Pemilu Pilpres, CSIS Jakarta
Laporan
Studi Potensi Benturan Kepentingan Dalam Pendanaan Pilkada. 2015. Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Laporan Perkembangan
Pendanaan Pilkada Serentak Tahun 2018 (Per 10 Agustus 2017). Kementerian Dalam
Negeri
Surbakti,
Ramlan, 2002 Sistem Pemilihan Umum dan Proses Pelaksanaan Pemilihan Umum, KIPP,
Jakarta
Website
Catatan Berita/BPK Perwakilan Provinsi Jawa
Timur/Tim UJDIH-Subbagian Hukum dapat
diakses pada http://www.surabaya.bpk.go.id/wp-content/uploads/2015/12/catatan-berita-pendanaan-pilkada.pdf
Dwi Andayani – detikNews. Rabu 14 Februari
2018, 19:37 WIB diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3867799/sumbangan-dana-kampanye-pilkada-dibatasi-ini-aturannya
John Andhi Oktaveri. Bisnis.com. 25 November
2018 21:30 WIB diakses dari https://sumatra.bisnis.com/read/20181125/15/863056/dpr-digitalisasi-pemilu-solusi-penghematan-anggaran-pemilu
tanggal 4 Februari 2019.
Lalu Rahadian. CNN Indonesia, Rabu, 08/11/2017 02:15 WIB
diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171107195001-32-254180/kpu-sarankan-dua-cara-hemat-biaya-pilkada
tanggal 4 Februari 2019.
Reny Widya
Astari. Diakses pada https://kreditgogo.com/artikel/Informasi-Umum/3-Faktor-Penyebab-Anggaran-Pilkada-Membengkak.html 8 Desember 2015
Artikel Mengenai Pendanaan Pilkada diakses dari
http://rumahpemilu.org/tag/pendanaan-pilkada/
pada tanggal 4 Februari 2019
Masalah Domestik Mutakhir Praktek Penggunaan Dana Pilkada Di Indonesia
Reviewed by Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional
on
February 09, 2019
Rating:
No comments: