Arah Kecenderungan dan Implikasi Responbility to Protect Terhadap Eksistensi NKRI


ARAH KECENDERUNGAN DAN IMPLIKASI RESPONSIBILITY TO PROTECT (R2P) TERHADAP EKSISTENSI NKRI

Deny Widi Anggoro, Mochammad Azkari Hisbulloh Akbar, Nur Intan Sari, Yuniar Kurnia Widasari

LATAR BELAKANG
Abad ke-20 dapat dikatakan sebagai “abad pembunuhan massal‟. Puluhan juta manusia telah tewas dibunuh, disiksa, kelaparan, dan meregang nyawa di berbagai belahan dunia akibat kejahatan-kejahatan yang dikenal sebagai pemusnahan massal, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis. Selama Perang Dunia Pertama, pembunuhan massal terhadap orang-orang Armenia telah memakan korban jiwa sebesar lebih dari satu juta orang. Kemudian, pada Perang Dunia Kedua, rejim Nazi menewaskan 11 juta orang, termasuk 6 juta orang Yahudi dan juga jutaan tawanan perang dan orang Gipsi. Di Kamboja, hampir dua juta manusia dibunuh di bawah rejim pemerintahan Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot. Di banyak negara lainnya juga, berbagai pembunuhan terjadi terhadap kaum sipil, seperti di Guatemala dan Bangladesh. Pada akhir Perang Dunia Kedua, komunitas internasional telah menyatakan “tidak akan pernah lagi”. Ketika PBB terbentuk pada tahun 1945, negara-negara tersebut menyatakan bahwa komunitas internasional tidak akan pernah membiarkan pemusnahan massal dan berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya dilakukan lagi. Namun, janji-janji ini tidak dipenuhi. Dalam dekade 1990-an, dunia kembali dikejutkan dengan pembunuhan massal yang terjadi di Bosnia dan Rwanda. Sekali lagi, lebih dari sejuta laki-laki, perempuan dan anak-anak tewas dibunuh dan komunitas internasional gagal untuk mencegah terjadinya pemusnahan massal.
Salah satu alasan dari kegagalan ini adalah adanya fakta bahwa negara-negara yang mendirikan PBB terbagi ke dalam dua kelompok pendapat yang memperdebatkan tentang perlu atau tidaknya melakukan intervensi. Atas dasar itu, perdebatan ini mempunyai dua pandangan: di satu sisi, sebagian melihat adanya kebutuhan bagi komunitas internasional untuk melakukan intervensi jika pemusnahan massal atau kejahatan lainnya terjadi (“intervensi kemanusiaan‟ atau humanitarian intervension); sementara di sisi lain adalah mereka yang berpegang teguh pada gagasan tradisional mengenai “kedaulatan negara” (state sovereignty). Gagasan tradisional, “Westphalian‟, mengenai kedaulatan negara mengacu pada hak dari negara atas independensi secara politik dan tidak mencampuri urusan negara lainnya.
Responsibility to Protect adalah sebuah prinsip di dalam hubungan internasional yang bertujuan untuk mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) rakyatnya dari empat jenis kejahatan tersebut. Selain itu, komunitas internasional juga mempunyai tanggung jawab untuk membantu negara-negara dalam memenuhi tugasnya tersebut. Jika, dengan berbagai sebab, suatu negara tidak mampu atau tidak memiliki kemauan untuk melindungi rakyatnya, maka menjadi tanggung jawab komunitas internasional untuk melakukan intervensi dalam rangka menyelamatkan masyarakat dari pemusnahan massal dan juga dari berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya. Prinsip ini telah secara serempak didukung oleh komunitas internasional dalam Konferensi Tingkat Tinggi Dunia (KTT) PBB tahun 2005. Pada KTT tersebut, negara-negara di dunia berjanji untuk menjunjung prinsip “Responsibility to Protect” agar dunia tidak pernah lagi menyaksikan tragedi kemanusiaan.
Ada tiga pilar untuk menerapkan “Responsibility to Protect”. Setiap pilar adalah penting dan ketiganya dirancang secara berkesinambungan satu sama lain untuk mencegah kejahatan kemanusiaan. Ketiga pilar tersebut yaitu:
1.         Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnahan massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan etnis (ethnic cleansing) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala macam tindakan yang mengarah pada jenis-jenis kejahatan tersebut.
2.         Komitmen komunitas internasional untuk membantu negara-negara menjalankan tanggung jawabnya itu.
3.         Tanggung jawab setiap negara anggota PBB untuk merespon secara kolektif, tepat waktu dan tegas ketika suatu negara gagal memberikan perlindungan yang dimaksud.

PENGARUH RESPONSIBILITY TO PROTECT TERHADAP EKSISTENSI INDONESIA
Kedaulatan negara adalah sebuah konsep yang intinya bermakna identitas legal sebuah negara di dalam hukum internasional. Ide ini merupakan produk dari konsep “Westphalian‟ mengenai kedaulatan negara yang dikembangkan di era Eropa modern selama beberapa ratus tahun terakhir. Prinsip kedaulatan yang setara dari semua negara adalah salah satu prinsip dasar di dalam Piagam PBB (perjanjian yang ditetapkan oleh PBB pada tahun 1945). Sebuah negara berdaulat memiliki yurisdiksi atau kontrol penuh atas wilayah kekuasaannya. Di bawah sistem kedaulatan negara, negara-negara lain tidak semestinya melakukan intervensi di dalam urusan internal dari negara lain. Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa sebuah negara memiliki kedaulatan sehingga humanitarian intervention dianggap akan menghilangkan kedaulatan sebuah negara. Hal tersebut dapat dilihat dalam Piagam PBB (U.N. Charter art.51) tentang Principle of Non-interference in Article 2(7): “Nothing contained in the present Charter shall authorize the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state”. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Piagam ini yang memberikan kuasa kepada PBB untuk mencampuri urusan-urusan yang pada hakekatnya termasuk urusan dalam negeri suatu Negara. Akan tetapi ada sebuah konsep kedaulatan, Kedaulatan sebagai Tanggung Jawab (Sovereignty as Responsibility) untuk memajukan ide tentang “Responsibility to Protect‟. Hal ini merupakan perubahan yang penting di dalam hubungan internasional atas dasar beberapa alasan.
1.         kedaulatan sebagai tanggung jawab berarti otoritas negara bertanggung jawab untuk melindungi keselamatan dan hidup warganegara serta memajukan kesejahteraan mereka.
2.         hal itu berarti bahwa otoritas politik nasional bertanggung jawab atas warganegaranya dan juga kepada komunitas internasional melalui PBB.
3.         kedaulatan sebagai tanggung jawab berarti negara sebagai agen bertanggung jawab atas tindakannya.
Responsibility to Protect kemudian menjadi cara untuk menyatukan dua konsep kedaulatan negara dan perlindungan masyarakat di dalam krisis kemanusiaan. Harapannya adalah komunitas internasional akan siap merespon setiap tahapan pemusnahan massal dan berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya. Dengan demikian, komunitas internasional akan siap untuk mencegah, bereaksi dan membangun setelah pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi secara besar-besaran.
Indonesia adalah sebuah Negara yang berdaulat penuh sejak memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam penyelenggaraan Negara. Sebagai sebuah Negara yang berdaulat, Indonesia memiliki kewajiban untuk tetap menjaga eksistensi kedaulatannya melalui sebuah ketahanan nasional terhadap segala ancaman baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. Ketahanan nasional sebagai kondisi suatu kondisi yang memiliki kemampuan, kekuatan, ketangguhan, dan daya tangkal terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari semua aspek kehidupan, sehingga dapat menjamin kelangsungan berbangsa, bernegara dan berkembang dalam membangun peradabannya. Sebagai metoda ketahanan nasional terdiri dari 2 aspek yaitu aspek Trigatra (Geografi, Demografi dan sumber kekayaan alam) dan aspek Pancagatra (Ipoleksosbudhankam). Dengan adanya latar belakang Responsibility To Protect tersebut, ketahanan nasional mempunyai peran yang sangat besar dalam mencegah terjadinya suatu konflik yang mengancam kedaulatan Negara baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagai upaya preventif pemerintah NKRI di dalam mencegah adanya “Responsibility To Protect” dari Negara lain adalah dengan meminimalisir terjadinya konflik di dalam negeri. Melalui seluruh aspek penyusunnya ketahanan nasinal menjadi komponen yang sangat diperlukan dalam menjaga eksistensi NKRI. Selain itu, sesuai dengan UU No 3 tahun 2002 Indonesia juga menganut system pertahanan rakyat semesta. Sistem Pertahanan Negara pada hakekatnya adalah pertahanan Negara yang bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran terhadap hak dan kewajiban seluruh warga Negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri. Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat wilayah Negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara (Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2015). Sehingga segala macam bentuk konflik yang mengancam eksistensi NKRI dapat diatasi dan kedaulatan NKRI tetap terjaga. Dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan nasional Indonesia  adalah Ikut serta dalam memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Melalui pasukan perdamain PBB, keterlibatan Indonesia dalam upaya mencegah terjadinya konflik yang terjadi di beberapa Negara di dunia.

REFERENSI
Djundjunan, Bebeb AK & Wirakara Rizal. 2009. The Responsibility to Protect dalam Perspektif Hukum. Majalah Opinio Juris, Vol I.
Frank, Thomas. 2003. Interpretation and Change in the Law of Humanitarian Intervention. in J.L.Holzgrefe & Robert O. Keohane (eds), Humanitarian Intervention : Ethical, Legal and Political Dillemas, Cambridge University Press.
ICISS, 2001. The Responsibility to Protect, Report of the International Commission on Intervention and State Souvereignty.
Riyanto, Sigit. 2007. Intervensi Kemanusiaan Melalui Organisasi Internasional untuk Memberikan Perlindungan dan Bantuan Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal. Mimbar Hukum, Vol.19, Nomor 2.
Samekto, Adji. 2005. Studi Hukum Internasional dalam Tatanan Sosial yang Berubah. Makalah dipresentasikan dalam Pertemuan Asosiasi Pengajar Hukum Internasional Fakultas Hukum Se-Jawa Tengah dan DIY di Purwokerto.
43rd Conference on the United Nations of the Next Decade. 2008. Actualizing the Responsibility to Protect. Stanley Foundation: Portugal.

Arah Kecenderungan dan Implikasi Responbility to Protect Terhadap Eksistensi NKRI Arah Kecenderungan dan Implikasi Responbility to Protect Terhadap Eksistensi NKRI Reviewed by disment_idu9 on February 09, 2019 Rating: 5

No comments:

Gallery

Powered by Blogger.