Membangun Budaya Sadar Bencana Pengetahuan
Wawasan Nusantara
Pendahuluan
Wawasan nusantara merupakan cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografi berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Istilah wawasan mengandung arti cara pandang dan
pengetahuan. Nusantara adalah nama lain dari Indonesia. Secara etimologis,
wawasan berarti wawas atau melihat dan nusantara berarti deretan pulau-pulau
atau kepulauan. Menurut dokumen dalam ketetapan
MPR yang diusulkan Lemhannas tahun 1999 wawasan nusantara adalah :
”Cara pandang dan sikap bangsa
Indoinesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai
strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayan dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”
Definisi resmi lain juga pernah diusulkan setahuan sebelumnya
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998. GBHN mendefinisikan
wawasan nusantara sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya, dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Pada hakikatnya, masyarakat Indonesia secara keseluruhan adalah
tulang punggung keberagaman sekaligus kesatuan bangsa Indonesia itu sendiri.
Oleh karenanya masyarakat dihimbau untuk memiliki pengetahuan tentang bangsanya
dan memandang kesatuan serta keberagaman sebagai substansi kehidupan berbangsa.
Masyarakat di sini juga termasuk aparatur negara yang punya wewenang
menyelenggarakan pemerintahan. Dengan demikian, cara berpikir, sikap, dan
tindakan masyarakat Indonesia secara keseluruhan harus berorientasi pada
kepentingan bangsa dan negara. Dengan memahami wawasan nusantara masyarakat
tentunya akan mengerti mengenai karakteristik negara yang ia tempati baik dari
aspek sosial maupun geografi.
Kondisi Geografis Indonesia
Indonesia sendiri merupakan sebuah Negara yang berada pada posisi silang
dalam berbagai sisi. Tidak hanya dari sisi sosial, politik serta ekonomis dunia
atau secara geografis bahkan secara geologis, wilayah Indonesia berada pada
pertemuan tiga lempeng benua maupun lempeng samudera, yaitu Lempeng Eurasia,
Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, serta Lempeng Laut Pilipina.
Letak Indonesia tersebut menjadikan Indonesia mendapat julukan “ring of fire” yang menjadikan salah satu
negara rawan terhadap bencana di dunia, berdasar data yang dikeluarkan oleh
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan
Risiko Bencana (UN-ISDR). Tingginya
posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko
kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia menduduki peringkat
tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi. Dan
menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir. Seiring
dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan
lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah
kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan
kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia.
Bencana hidrometeorologi yaitu bencana yang dipengaruhi oleh faktor
cuaca seperti banjir, longsor, puting beliung terus meningkat. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
mencatat sejak 1 Januari 2017 hingga 5
Mei 2017 telah terjadi 1.087 kejadian
bencana di sejumlah wilayah Indonesia. Hujan extreme dapat muncul pada musim
pancaroba. Perubahan cuaca yang mendadak diikuti hujan lebat dapat memicu
terjadinya banjir, longsor, banjir bandang, dan puting beliung. Sekitar 64 juta
jiwa masyarakat Indonesia terpapar dari bahaya banjir sedang hingga tinggi
sedangkan 41 juta jiwa terpapar oleh bahaya longsor sedang hingga tinggi. Pada tahun
2018 ini juga terjadi beberapa bencana besar di Indonesia seperti gempa di
Lombok dan Palu yang menimbulkan Tsunami dan memunculkan fenomena baru bernama
liquefaksi.
Bencana adalah gangguan
serius pada berfungsinya masyarakat, yang menyebabkan kerugian yang meluas pada
manusia, materi, ekonomi atau lingkungan yang tersebar luas, serta melampaui
kemampuan masyarakat tersebut dalam mengatasinya dengan menggunakan sumber daya
mereka sendiri (Terminologi UN/ISDR, 2009). Berdasarkan pengertian tersebut
menekankan pada kapasitas masyarakat dalam mengatasi bencana dengan menggunakan
segala sumber daya yang ada, sehingga apabila masyarakat masih mampu mengatasi
segala fenomena alam yang terjadi maka belum bisa disebut bencana. Oleh karena
itu, perlu ditekankan pada penguatan kapasitas masyarakat dalam mengatasi
masalah bencana ini. Karena dengan penekanan kapasitas mampu membuat masyarakat
hidup harmoni bersama resiko bencana.
Pengurangan
Resiko Bencana di Indonesia
Berdasarkan hasil
kesepakatan bersama masyarakat internasional untuk membangun ketahanan bangsa
dan komunitas terhadap bencana, di Indonesia telah membentuk Rencana Aksi
Nasional Pengurangan Resiko Bencana (RAN-PB) yang berisi lima prioritas aksi
yang harus dilakukan, yaitu, (1). Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai
prioritas nasional maupun daerah dan implementasinya harus dilaksanakan oleh
suatu institusi yang kuat. (2). mengidentifikasi, mengkaji risiko bencana serta
menerapkansistem peringatan dini. (3). Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan
pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh
tingkatan. (4). Mengurangi cakupan risiko bencana. Meningkatkan kesiapan
menghadapi bencana pada semua tingkatan, agar tanggapan yang dilakukan lebih efektif.
Berdasarkan lima prioritas
pengurangan risiko bencana yang tertuang dalam rencana aksi nasional tersebut
dapat dipahami bahwa pengetahuan dan pendidikan menjadi pintu masuk yang
penting dan strategis untuk membangun budaya masyarakat yang peduli pada hal
hal yang berkaitan dengan persoalan kebencanaan. Melalui pendidikan yang
terintegrasikan dengan wawasan nusantara tentunya mampu memberi gambaran
masyarakat dalam mengetahui, memahami dan peduli pada hal-hal yang berkaitan dengan
bencana.
Adapun rencana aksi nasional
pengurangan risiko bencana melalui pemanfaatan pengetahuan, inovasi dan pendidikan,
terdiri dari dua hal penting, yaitu : Pertama, Manajemen informasi dan
pertukaran informasi. Dengan bentuk kegiatan : Menyediakan informasi resiko dan
pilihan perlindungan bencana yang mudah dipahami, terutama pada masyarakat pada
daerah beresiko tinggi; Memperkuat jaringan ahli bencana, pejabat berwenang,
dan perencana antar sektor dan wilayah, dan menyusun atau memperkuat prosedur
untuk memanfaatkan keahlian dalam menyusun rencana pengurangan resiko bencana;
Meningkatkan dialog dan kerjasama antara para ilmuwan dan praktisi di bidang pengurangan
resiko bencana; Meningkatkan pamanfaatan dan penerapan informasi terkini, komunikasi
dan teknologi; untuk mendukung upaya pengurangan resiko bencana; Dalam jangka
menengah, mengembangkan direktori, inventaris, dan sistem pertukaran informasi
skala lokal, nasional, regional dan internasional; Institusi yang berhubungan
dengan pengembangan perkotaan harus menyediakan informasi mengenai pemilihan konstruksi,
pemanfaatan lahan atau jual beli tanah; Memperbaharui dan menyebarluaskan
terminologi standar internasional tentang pengurangan resiko bencana.
Kedua, Pendidikan dan
Pelatihan, dengan cara : Memasukkan unsur pengetahuan pengurangan resiko
bencana pada kurikulum sekolah yang relevan; Mempelopori implementasi pengkajian
resiko dan program-program kesiapsiagaan bencana di sekolah-sekolah dan
institusi pendidikan yang lebih tmggi; Mempelopori penerapan program dan
kegiatan minimalisasi dampak bencana di sekolah-sekolah; Mengembangkan program-
program pelatihan dan pembelajaran pengurangan resiko bencana pada sektor
tertentu (perencana pembangunan, penanggungjawab keadaan darurat, pemerintah
daerah); Mempelopori inisiatif pelatihan berbasis masyarakat, ditekankan pada
aturan-aturan bagi sukarelawan; Menyediakan peluang akses pelatihan dan
pendidikan yang sama bagi perempuan dan konstituen yang rentan lainnya. Negara
Indonesia dikenal dengan negeri seribu bencana.
Berbagai macam jenis
bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, atau faktor perbuatan manusia,
atau karena faktor keduanya, datang silih berganti melanda Indonesia, seperti gempa
bumi, letusan gunung merapi, banjir, tanah longsor, kebakaran lahan. Belajar
dari pengalaman penanganan bencana di Indonesia beberapa tahun terakhir ini,
penanggulangan bencana di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup progressif,
yang ditandai dengan diluncurkannya Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko
Bencana (RAN PB), dan diundangkannya Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Salah satu agenda
penting yang perlu diperhatikan dalam menyikapi kejadian bencana yang datang
bertubi tubi di Indonesia adalah menyiapkan dan membangun masyarakat sadar
bencana. Yang dimaksud dengan masyarakat sadar bencana adalah : kondisi
masyarakat yang memiliki pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan kepedulian dengan
hal-hal yang berkaitan dengan kebencanaan, sehingga memiliki kesadaran untuk
bersikap dan melakukan adaptasi di wilayah yang rawan bencana dengan sebaik
baiknya, dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam meminimalisir terjadinya bencana
atau mengatasi dampak apabila terjadi bencana.
Pendidikan
Kebencanaan Berbasis Wawasan Nusantara
Dalam upaya membangun
masyarakat atau komunitas yang sadar bencana ini, pendidikan kebencanaan
menjadi pintu masuk yang cukup penting dan strategis. Pendidikan kebencanaan
berbasis wawasan nusantara dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, non
formal maupun informal. Pendidikan kebencanaan sebagai upaya untuk membangun masyarakat
sadar bencana memiliki dimensi kajian yang cukup luas, dan dalam
implementasinya perlu memperhatikan metode, media yang sesuai dan perlu
menjalin kerjasama dengan pihak lain yang memiliki misi yang sama, untuk menuju
terwujudnya masyarakat partisipatif dalam mengelola bencana.
Dengan pendidikan kebencanaan, diharapkan
cita-cita bersama masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia dapat terwujud,
sehingga dapat menikmati hidup lebih aman, tenteram dan sejahtera. Pendidikan
kebencanaan berbasis wawasan nusantara merupakan suatu upaya menyampaikan hal
hal yang berkaitan dengan bencana dengan mengenali lingkungan sekitar dalam
rangka untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan kepedulian
masyarakat agar memiliki kesadaran untuk bersikap dan melakukan adaptasi, di
wilayah yang rawan bencana dengan sebaik baiknya, sehingga dapat berpartisipasi
secara aktif dalam meminimalisir terjadinya bencana atau mengatasi dampak
apabila terjadi bencana.
Penulis : Adib hermawan
Daftar
Referensi :
Djali,
N. (2013). Pendidikan Kebencanaan Di Sekolah–Sekolah Di Indonesia Berdasarkan
Beberapa Sudut Pandang Disiplin Ilmu Pengetahuan. Jurnal Momentum, 12(1).
Rahma,
A. (2018). Implementasi Program Pengurangan Risiko Bencana (Prb) Melalui
Pendidikan Formal. Jurnal VARIDIKA, 30(1), 1-11.
Sadisun, I. A. (2004). Manajemen bencana:
Strategi hidup di wilayah berpotensi bencana. Keynote Speaker.
Suhardjo,
D. (2007). Arti Penting Pendidikan Mitigasi Bencana Dalam Mengurangi Resiko
Bencana. Cakrawala Pendidikan, (2).
Wandasari,
S. L. (2013). Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan dalam mewujudkan
Pengurangan Risiko Bencana. Unnes Law Journal, 2(2).
Membangun Budaya Sadar Bencana Melalui Wawasan Nusantara
Reviewed by Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional
on
January 19, 2019
Rating:
No comments: