Faktor yang Menyebabkan Hilangnya Eksistensi NKRI
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
1.
Adib Hermawan 120180301001
2.
Fani Aprilia Perdani 120180301010
3.
Novita Berhitu 120180301017
4.
Santi Oktariyandari 120180301023
5.
Yohanes Ari S 120180301026
1. Pendahuluan
Sebuah kajian lembaga non profit Fund for Peace yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat mengungkapkan
laporan indeks negara gagal (the Failed
State Index) dimana tahun 2017 Indonesia berada di peringkat 94 dalam
kategori elevated warning, jauh lebih baik dibandingkan
tahun 2012 di posisi 63 (very high
warning). Indonesia tahun 2015 berada di peringkat 88 dalam kategori warning bersama dengan Thailand, sedangkan
dua negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia di peringkat 117 dengan kategori warning dan Singapura di peringkat 158 dengan
kategori very stable. Jumlah negara
yang disurvei tercatat 178 negara. Makin rendah peringkat menunjukkan
kecenderungan negara itu adalah negara gagal dan makin tinggi peringkat menunjukkan
makin tinggi stabilitas suatu negara. Finlandia menjadi negara yang dinyatakan
paling aman.
The Failed State
Index dipublikasikan oleh Fund for Peace, sebuah lembaga independen, non partisan, non
profit, dan lembaga edukasi yang bekerja dalam bidang pencegahan kekerasan dan
konflik serta mempromosikan sustainable
security. Ada 12 item penilaian yang dijadikan acuan, diantaranya tekanan
demografis, jumlah dan keadaan pengungsi, penegakan hukum, kondisi aparatur pemerintahan,
campur tangan negara asing, kondisi HAM, legitimasi negara, dan pelayanan
publik.
2. Pembahasan
Menurut Budi Darmono ada lima
item penilaian (dibahas dalam makalah ini) yang dapat menyebabkan hilangnya
eksistensi NKRI dan berpotensi menjadi negara gagal, yaitu: bidang keamanan,
ketertiban, hukum, politik dan ekonomi.
2.1. Bidang Keamanan
Keamanan nasional merupakan
sebuah harga mati bagi suatu bangsa. Ketika suatu negara tidak dapat memberikan
rasa aman bagi rakyatnya, maka ada indikasi negara telah gagal menjaga tujuan
nasionalnya. Untuk menghindari kegagalan yang dimaksud peran serta seluruh
masyarakat Indonesia menjadi aspek penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Peran dan kewajiban masyarakat serta negara (aparat) dalam membuat
situasi aman dan nyaman tercantum dalam UUD 1945 pada Bagian Kedua Bab XII
Pasal 30:
1.
ayat (1): Tiap-tiap Warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
2.
ayat (2): Untuk pertahanan dan
keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Ketika negara
tidak mampu hadir di tengah masyarakat, maka masyarakat maupun subyek hukum
lain akan merasa terancam baik harta maupun jiwanya. Hal ini ditandai dengan:
1.
Negara tidak memiliki kemauan
atau kemampuan melindungi warga negara dari berbagai bentuk kekerasan,
tidak dapat menjamin hak-hak warga negara baik di negara sendiri maupun di luar
negeri, dan tidak mampu menegakkan dan mempertahankan demokrasi.
2.
Negara gagal menghadapi intervensi pihak tertentu yang
menganggap diri mereka berada di luar tatanan hukum (baik domestik maupun internasional) yang membuat
mereka bebas melakukan agresi dan kekerasan.
3.
Pemerintah
tidak dapat menyediakan kebutuhan pokok, seperti pelayanan pendidikan,
kesehatan, penyediaan bahan kebutuhan pokok dan infrastruktur yang baik.
4.
Terjadi
bentrokan horizontal (antar kelompok) dan vertikal (negara dengan rakyat atau negara
dengan gerakan separatis dan gerakan ektremisme/radikalisme, baik yang
berideologi kanan atau kiri) yang menunjukkan ketidakberdayaan aparat negara.
5.
Hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi pemerintah.
2.2. Bidang Ketertiban
Pengertian keamanan dan ketertiban dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polisi Negara Republik Indonesia, Bab I Ketentuan Umum,
Pasal 1, pengertian keamanan masyarakat digabung dengan pengertian ketertiban
masyarakat menjadi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Kamtibmas adalah
suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya
proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminya keamanan, ketertiban
dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman yang mengandung ketentuan
membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk
ganguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Kurangnya kepedulian masyarakat
terhadap kondisi sosial di lingkungannya menyebabkan terjadi ketidakstabilan
hubungan sosial. Masyarakat yang seharusnya melaporkan beragam masalah sosial
yang terjadi di lingkungannya kepada aparat berwajib, justru bersikap diam,
tidak peduli atau apatis yang dapat menyebabkan kondisi ini berkembang tanpa
bisa diatasi. Ada beberapa program yang dapat digunakan dalam pengembangan
strategi keamanan dan ketertiban, antara lain:
1.
Pengkajian potensi konflik.
2.
Pengkajian sistem keamanan.
3.
Penyusunan Grand Strategy beserta cetak biru pembangunan pengelolaan keamanan.
4.
Penyusunan manajemen asset peralatan khusus keamanan.
5.
Pengembangan sistem, berupa pembinaan sistem
dan metode dalam rangka mendukung tugas pokok organisasi/satuan serta
pengembangan sistem informatika pengelolaan keamanan.
6.
Penggiatan fungsi yang meliputi dukungan
kebutuhan sesuai fungsi organisasi, teknik, tata kerja, tenaga manusia dan
peralatan.
Program ini ditujukan untuk
mengembangkan langkah-langkah strategis antisipatif ancaman kemanan nasional
dan ketertiban masyarakat sesuai dengan pedoman dokumen negara.
2.3. Bidang Hukum
Masalah utama kerentanan Indonesia di bidang hukum yaitu kesadaran dan
penegakkan hukum. Lembaga negara yang sebenarnya mempunyai tugas pokok
melindungi rakyat dan negara seperti DPR/DPRD, pejabat pemerintahan, Mahkamah
Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian ternyata banyak yang terjerat kasus
korupsi. Ketidakpercayaan rakyat terhadap aparat penegak hukum menyebabkan
banyaknya masyarakat main hakim sendiri.
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Transparency International
Indonesia (TII) meluncurkan Corruption
Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK). IPK Indonesia pada
2018 naik tujuh tingkat dari peringkat 96 dunia pada 2017 menjadi peringkat 89
dunia pada 2018, naik satu poin dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018 dengan
skor rata-rata di wilayah Asia Pasifik 44. Skor tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia secara global masih sangat buruk dalam penanganan kasus korupsi.
Lembaga yudikatif yang seharusnya bersifat
independen dan mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, justru memenangkan
kasus-kasus hukum bukan pada siapa yang benar melainkan pada siapa saja yang
bisa memberikan
upeti yang besar (mafia hukum). Hukum serasa tajam ke
bawah dan tumpul ke atas. Ketidakpercayaan
maksyarakat terhadap kinerja pemerintah dapat
menjadikan masyarakat lebih percaya
pada kekuatan non negara dari pada
pemerintah,
jika tidak dibenahi maka akan timbul mosi tidak percaya masyarakat terhadap
pemerintah.
2.4. Bidang Politik
Konflik politik disebabkan oleh perbedaan pendapat,
persaingan, dan pertentangan dalam usaha mendapatkan atau mempertahankan
sumber-sumber dari keputusan (kekuasaan) yang dibuat dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Proses politik untuk mendapatkan kekuasaan yang lazim dalam suatu
negara yaitu melalui pemilu, baik eksekutif maupun legislatif, sebagai sarana proses
transisi kekuasaan secara bijaksana. Proses politik yang tidak sesuai dengan
tata cara bernegara yaitu gerakan separatisme untuk memisahkan diri atau
gerakan ekstrem (kanan/kiri) untuk mengganti dasar/ideologi negara.
Kondisi perpolitikan suatu negara dapat dilihat dari
perilaku para elit politiknya yang secara langsung akan berpengaruh terhadap
tingkat kepercayaan masyarakat. Elit politik di Indonesia seringkali
mengatasnamakan kepentingan nasional untuk kepentingan pribadi dan kelompok
untuk melanggengkan kekuasaan, dengan cara:
1.
Menjadikan suatu isu menjadi
komoditas politik untuk menyerang kelompok lain, misalnya bencana alam yang
terjadi bertubi-tubi di Indonesia dijadikan komoditas politik, baik bagi pemerintah
yang dianggap sebagai ajang kampanye atau oposisi sebagai ajang menyerang kebijakan
pemerintah dalam menanggulangi bencana.
2.
Menyalahgunakan keahliannya
memanipulasi aspirasi rakyat untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok.
3.
Distribusi (bagi-bagi)
kekuasaan dengan maksud mencari celah korupsi, sehingga korupsi sulit
diberantas karena mengakar dari kalangan bawah sampai atas dari berbagai
kalangan.
Salah satu indikasi negara gagal yaitu kurangnya peran
dan kebebasan rakyat untuk memilih (proses demokrasi) serta adanya gejolak politik setiap masa
pergantian pemerintahan (pemilu). Peranan rakyat lebih diutamakan dengan
pembelajaran politik melalui pemilihan anggota DPD, DPR pada berbagai tingkatan
dan pemilihan kepala pemerintahan secara langsung.
2.5. Bidang
Ekonomi
Kekuatan ekonomi
suatu negara dapat dilihat dari kemampuan negara tersebut untuk membiayai
dirinya sendiri, menghimpun dana dari sumber dalam negeri untuk membiayai
pemerintahan. Ekonomi negara gagal dapat dilihat dari maraknya pasar gelap,
perdagangan narkoba, pembalakan liar, ilegal
fishing, atau kegiatan ekonomi yang dilakukan melalui kejahatan. Penyebab gagalnya
ekonomi negara dapat berasal dari faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal yaitu adalah pengaruh globalisasi yang menyebabkan
tidak adanya batas yang jelas suatu negara akibat perkembangan teknologi
sehingga pasar menjadi luas tanpa batas. Globalisasi dapat memberi dampak
negatif bagi Indonesia jika potensi perekonomian dan sumber daya nasional tidak
dimanfaatkan secara optimal dan tidak mampu bersaing sehingga Indonesia hanya
menjadi pasar negara lain. Nasionalisme yang mulai luntur, dengan hilangnya
rasa cinta terhadap produk dalam negeri, dibuktikan dengan produk luar negeri
yang menbanjiri pasar Indonesia.
Ketergantungan Indonesia terhadap pasar luar negeri
sangat dipengaruhi perekonomian dunia, perang dagang Amerika Serikat dan China secara langsung
mempengaruhi perekonomian dunia termasuk Indonesia. Fluktuasi suku bunga dolar
US yang dikelola the Fed Reserve System
(bank sentral Amerika Serikat) mempengaruhi investasi asing di Indonesia, hal
ini menunjukkan kurang kokohnya fundamental ekonomi negara. Sedangkan faktor
internal adalah pengambil kebijakan ekonomi yang saling bertentangan, iklim
usaha yang belum mendukung, birokrasi perijinan yang berbelit, perilaku korupsi,
kurangnya semangat berwirausaha (pengusaha di Indonesia didominasi
konglomerat), besarnya impor BBM, serta fluktuasi nilai tukar rupiah.
3. Penutup
Publikasi the Failed State Index menunjukkan peringkat
Indonesia jauh meningkat, sejak tahun 2008 hingga 2012 yang berada pada
peringkat 60-an, tahun 2013 melesat naik menjadi peringkat 82, tahun 2015
peringkat 88 dan tahun 2017 peringkat 94 dari 178 negara. Tren kenaikan
peringkat ini menunjukkan resiko Indonesia menjadi negara gagal semakin
mengecil. Untuk mempertahankan atau meningkatkan peringkat diperlukan
kontribusi dari berbagai bidang, yaitu adanya jaminan keamanan dan ketertiban,
penegakkan hukum serta stabilitas politik dan ekonomi.
Dari segi ekonomi, Indonesia dianggap berhasil karena
dapat melewati gelombang krisis finansial (tahun 1998 dan 2008) dengan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah Asia Pasifik. Dari segi
politik, Indonesia dianggap berhasil melaksanakan demokratisasi melalui pemilu
yang bebas, reformasi konstitusi, dan kebebasan sipil. Hanya saja, Indonesia
masih menghadapi permasalahan yang cukup serius terkait korupsi, aksi
kekerasan, dan wabah penyakit.
Daftar Referensi:
Acemoglu. Daron, Robinson. James A., The Origins of
Power, Prosperity, and Poverty. Crown Business, New York, 2012.
Firdaus Baderi. Indonesia, High Warning! - Peringkat Indeks Negara Gagal. Diakses
dari http://www.neraca.co.id/article/42992/peringkat-indeks-negara-gagal-indonesia-high-warning. 1 Juli 2014 pada tanggal 28 Januari 2019
Gita Irawan, Johnson Simanjuntak. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Peringkat
89 di Dunia pada 2018. Diakses dari http://www.tribunnews.com/nasional/2019/01/29/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-peringkat-89-di-dunia-pada-2018 pada tanggal 28 Januari 2019
Habibi, Novitra. 2018. Peran Camat Mengoordinasikan
Penyelenggaraan Ketenteraman Dan Ketertiban Umum Di Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru Tahun 2014. JOM FISIP Vol. 5 No. 1.
Negara Gagal di Asia. Diakses
dari https://www.academia.edu/
18987737/Negara_Gagal_di_Asia pada tanggal 28 Januari 2019.
Permana. Lio, Ketahanan Ideologi Bangsa Indonesia
di Era Globalisasi.
Rendi Prayuda. Konsep Negara Gagal.
Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/329584885_Konsep_Negara_
Gagal. Desember 2018.
Susetyo, H. (2008). Menuju Paradigma Keamanan
Komprehensif Berperspektif Keamanan Manusia Dalam Kebijakan Keamanan Nasional
Indonesia. Lex Jurnalica, 6(1).
Tony Firman. Benarkah Indonesia Menuju Negara Gagal Seperti Diklaim Prabowo? Diakses dari https://tirto.id/benarkah-indonesia-menuju-negara-gagal-seperti-diklaim-prabowo-cGBa pada tanggal 23 Maret 2018.
Faktor yang Menyebabkan Hilangnya Eksistensi NKRI
Reviewed by Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional
on
January 30, 2019
Rating:
No comments: