Arah Kecenderungan dan Implikasi Humanitarian Intervention Terhadap Eksistensi NKRI




A.        PENDAHULUAN
Intervensi kemanusiaan adalah tindakan ikut campur negara terhadap urusan domestik negara lain.  Tindakan ini dilegitimasi oleh Piagam PBB aturan perihal tanggung jawab internasional terhadap kemanusiaan. Aturan ini juga bisa ditemukan dalam Konvensi Jenewa mengenai pasal hak asasi manusia. Terdapat perdebatan  mengenai masalah intervensi kemanusiaan yang berkutat di seputar isu legal, moral dan politis. Persoalan yang menjadi perdebatan adalah terkait klaim legitimasi tindakan tersebut.
Tulisan ini terutama akan membahas urgensi intervensi kemanusiaan oleh oleh aktor negara dan organisasi internasional dalam melaksanakan misi kemanusiaan; khususnya dalam memberikan perlindungan kepada korban bencana serta dilema yang terkait didalamnya. Tulisan ini secara khusus diharapkan dapat memetakan dua hal pokok. Pertama, arah kecenderungan intervensi kemanusiaan dalam sistem internasional. Kedua adalah bagaimana risiko dilematis yang dihadapi serta pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengantisipasi risiko tersebut dihadapkan dengan penanggulangan bencana dalam rangka mempertahankan eksistensi NKRI.

B.        TEORI
Terdapat dua perspektif dalam memandang intervensi kemanusiaan yaitu realisme dan kontruktivisme. Realisme, memandang bahwa intervensi kemanusiaan adalah instrumen diplomasi untuk mengejar kepentingan nasional. Realisme tidak menaruh kepercayaan terhadap prinsip-prinsip abstrak dalam memandu kebijakan luar negeri, faham realisme memandang intervensi kemanusiaan murni sebagai tindakan politis. Di sisi lain, konstruktivisme memandang sebaliknya bahwa intervensi kemanusiaan berhubungan dengan sifat negara yang mematuhi peraturan dan norma internasional. Konstruktivisme percaya, terlepas dari adanya kepentingan nasional di balik tindakan negara, intervensi kemanusiaan merupakan upaya komunitas internasional untuk menegakkan norma kemanusiaan. Berbeda dengan realis yang menganggap negara adalah aktor yang mementingkan diri sendiri konstruktivis menganggap negara adalah aktor yang memiliki kepedulian terhadap warga negara lainnya.[1]

C.        PERMASALAHAN
1.            Bagaimana arah kecenderungan humanitarian intervention; dan
2.            Bagaimana implikasi humanitarian intervention terhadap eksistensi           NKRI;

D.        PEMBAHASAN.
            1.         Arah Kecenderungan Humanitarian Intervention.
            Sejarah intervensi kemanusiaan. Perang yang kemudian dikenal dengan istilah konflik bersenjata dalamperkembangannya bukan hanya antara negara dengan negara atau yang biasadikenal dengan konflik bersenjata internasional, tetapi juga terjadi di dalamnegara sendiri atau yang biasa dikenal dengan konflik noninternasional. Melihat dalam konflik bersenjata sering disertai dengan genosida, kejahatanterhadap kemanusiaan dan kejahatan perang maka Sekretaris Jenderal(Sekjen) PBB Koffi Anan pada tahun 1998 mendesak agar masyarakatinternasional menyepakati untuk melakukan intervensi terhadap negara(yang berkonflik) untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran beratterhadap HAM. Kesepakatan tersebut dibuat atas dasar prinsip-prinsip yang sah dan universal serta dalam kerangka hukum internasional untuk melindungi orang-orang sipil dari pelanggaran besar-besaran HAM.
           Perkembangan intervensi kemanusaan (dari intervensi militer ke intervensi kemanusiaan). PBB merupakan organisasi yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerja sama semua negara di dunia di dalam berbagai sector kehidupan internasional. Menjaga perdamaian dan keamanan internasional erat kaitannya dengan prinsip kewajiban untuk melindungi (Responsibility to Protect) merupakan tanggungjawab semua negara untuk melindungi rakyatnya sendiri, serta tanggungjawab masyarakat internasional untuk membantu negara-negara mewujudkan hal tersebut. Bila suatu negara gagal melindungi rakyatnya, maka sejumlah cara, baik itu politik, ekonomi,maupun diplomatik akan digunakan untuk membantu negara tersebut. Hal ini dilakukan dengan menggunakan banyak cara termasuk negoisasi,mediasi,dan penerapan sanksi. Intervensi militer hanya  mungkin digunakan sebagai upaya terakhir untuk menghentikan kekejaman massal yang dilakukan secara multilateral dengan persetujuan Dewan Keamanan.
           Intervensi kemanusiaan oleh organisasi internasional. Istilah intervensi mempunyai batasan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara, kelompok dalam suatu negara, atau suatu organisasi internasional yang mencampuri secara paksa urusan dalam negeri negara lain. Intervensi adalah campur tangan dari suatu negara terhadap masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk memelihara atau mengubah situasi yang ada. Salah satu bentuk intervensi dalam konflik bersenjata yang terjadi adalah konflik yang terjadi di Rwanda dan Bosnia Herzegovina (bekas negara Yugoslavia). Sebagaimana diketahui di kedua negara tersebut telah terjadi konflik etnis. Pada awalnya konflik yang terjadi di kedua negara tersebut merupakan konflik bersenjata non internasional yang kemudian berubah menjadi konflik internasional karena adanya pihak-pihak negara lain yang ikut serta dalam kedua konflik tersebut.
           Peraturan hukum internasional tentang intervensi kemanusiaan yang dilakukan oleh PBB diatur dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip umum hukum internasional. Intervensi kemanusiaan secarahukum dibenarkan dengan ketentuan berikut ketentuan yang diatur dalam hukum internasional yang berlaku, yaitu Piagam PBB Pasal 39-51.Sedangkan peran PBB dalam intervensi kemanusiaan dalam konflik bersenjata dilakukan oleh Dewan Keamanan sebagai organisasi PBB yang menjaga perdamaian dengan mengeluarkan keputusan dalam bentuk resolusi untuk daerah-daerah yang mengalami konflik. Oleh karena itu, yang diperlukan suatu perjanjian internasional yang mengatur dengan jelas tentang intervensi kemanusiaan, sehingga dalam pelaksanaannya, tetap konsisten dengan tujuan dan organ eksekutif intervensi kemanusiaan.



2.         Implikasi Humanitarian Intervention Terhadap Eksistensi NKRI.
Kaitan pengungsi internal dengan bencana.
            Bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh suatu negara asing dengan melibatkan militer mereka umumnya tidak diatur dalam suatu perjanjian internasional. Namun demikian terdapat beberapa negara yang mensyaratkan bahwa keberadaan militer mereka di wilayah negara lain harus dilengkapi dengan suatu perjanjian internasional yang dikenal dengan Status of Forses Agreement (SOFA). Dalam hal ini, yang diatur dalam SOFA tersebut bukanlah bantuan kemanusiaannya tetapi status hokum terhadap kehadiran personil militer dan sipil asing di wilayah suatu Negara.
            Dalam penanggulangan bencana nasional seperrti halnya bencana alam gempa bumi disertai tsunami dahsyat di Aceh tahun 2004 lalu, kedatangan militer asing dari berbagai negara sahabat, dengan dilengkapi peralatan perang modern dan canggih yang dapat digunakan dalam misi kemanusiaan mencapai lebih dari 4.000 orang personil. Puluhan helicopter dan kapal perang, pesawat angkutan berat Hercules C 130 dari militer asing yang mengangkut bahan makanan, obat-obatan, air bersih dan lain-lain. Nangroe Aceh Darussalam seolah-olah sedang dikuasai oleh negara asing, TNI dan Polri dengan jumlah pesawat helicopter dan kapal perang yang terbatas terlihat sangat kecil dan tidak ada artinya, jika dibandingkan dengan kekuasaan militer asing yang beroperasi kemanusiaan di Nangroe Aceh Darussalam.  Fenomena yang memprihatinkan tersebut, jika dipandang dari kedaulatan negara memang sangat tragis . Hal ini berkenaan dengan masalah hukum atau peraturan perundang-undangan, baik menyangkut Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan Undang-Undang Dasar 1945, karena kesemuanya dilanggar dan diabaikan dengan alasan kedaruratan yang merupakan faktor pembenar.
            Sebagai dasar hukum yang dipakai berkenaan dengan bantuan militer asing dalam penanggulangan bencana alam tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, pemberlakukan praktek internasional yang dikenal dengan SOFA (Status Of Force Agreement) terhadap semua kekuasaan militer asing yang sedang beroperasi di Nangroe Aceh Darussalam. Berdasarkan General Rule of International Law, SOFA dapat dipakai sebagai praktek hukum yang mengikat, karena kesepakatan ini mengatur aktivitas militer di satu negara dalam kondisi tidak perang. Kondisi ini dapat diterjemahkan dalam rangka latihan bersama, kunjungan, atau membantu kegiatan di luar kepentingan militer, tetapi menggunakan peralatan dan personel militer.
            Pengaturan substansi hukum dalam penanggulangan bencana alam diharapkan dapat meringankan kecepatan dalam penanganan, efektivitas dan kerjasama sehingga dapat secara optimal dalam penanganan dan penanggulangan bencana alam yang terjadi. Untuk itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kita memerlukan bantuan dari luar negeri, baik dari Negara-negara sahabat maupun organisasi Internasional. Bantuan dari Negara-negara lain biasanya datang dari pihak militer maupun masyarakat sipil internasional dikarenakan ketersediaan peralatan operasional lapangan yang relative baik dan siap digunakan serta personil yang memadai baik dari segi fisik, mental dan mobilitas dan organisasi serta rantai komando yang baik.
            Kebijakan pemerintah terhadap intervensi kemanusiaan pada penanggulangan bencana. Guna mengurangi risiko bencana, pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) 2015-2019 dengan beberapa fokus prioritas yang termasuk peningkatan kapasitas pemulihan bencana dan pengarus utamaan penanggulangan bencana dalam pembangunan.
            Bantuan internasional membuat penanganan bencana alam bukan sekadar aksi kemanusiaan, namun juga bersifat politis. Konstelasi negara yang dilanda bencana dalam tata politik dunia dan relasinya dengan negara pemberi bantuan memengaruhi kondisi itu. Setelah gempa disertai tsunami memporakporandakan Donggala, Palu, dan Sigi di Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018), Pemerintah Indonesia dikabarkan telah memberikan wewenang kepada jajarannya untuk menerima bantuan dari dunia internasional. Pemerintah melalui jajaran kementrian terkait dibawah coordinator Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menyampaikan keputusan menerima bantuan internasional diambil atas dasar kebutuhan untuk meringankan saudara-saudara di Palu dan sekitarnya.
            Kebijakan menerima atau menolak bantuan internasional memiliki kompleksitasnya sendiri. Kerumitan itu datang dari seberapa besar kadar xenofobia (ketakutan terhadap yang asing) masyarakat. Penanganan korban gempa-tsunami di Aceh ialah salah satu contoh. Pernyataan para elite dan pemberitaan media berpengaruh terhadap xenofobia yang menjalar seiring datangnya bantuan internasional.
            .

E.        KESIMPULAN
            Intervensi kemanusiaan dapat dilakukan oleh dunia internasional maupun melalui PBB melalui Dewan Keamanan. Dewan Keamanan melakukan intervensi kemanusiaanmelalui tahap pencarian fakta-fakta, diplomasi,dan penggunaan militer.Dewan Keamanan menunjuk misi pencari fakta untuk menyelidiki danmelaporkan dugaan pelanggaran hukum internasional, misi-misi tersebutdapat sekaligus memberikan peringatan dinitentangkrisis kemanusiaanyang terjadi dan bernegosiasi dengan para pemimpin negara di manakrisis tersebut berlangsung untuk mencari cara penyelesaian, dan upayapenggunaan kekuatan militer guna menghadapi kekerasan massal yangmendesak dan bersifat aktual. Penggunaan kekuatan militer ini harusmerupakan upaya terakhir bila suatu negara dipandang gagal melindungiwarganya dan bila cara-cara damai yang ditempuh juga mengalami kegagalan.
            Kebijakan pemerintah menerima bantuan asing dalam penanggulangan bencana akan selektif terhadap jenis bantuan yang akan dibutuhkan. Hal ini semata-mata demi menjaga hubungan baik antar negara sahabat dan sebagai bentuk kerjasama bilateral saling menguntungkan. Pemerintah belajar dari bantuan tsunami yang terjadi di Aceh silam. Menurutnya, saat itu pemerintah justru meminta bantuan kepada negara-negara lain. Bantuan penanggulangan bencana dalam bentuk intervensi internasional atau relawan asing memang tidak bisa sembarangan masuk ke wilayah Indonesia yang dilanda bencana. Di Indonesia, bantuan lembaga internasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam Pasal 7 Ayat (1c) Undang-Undang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), memiliki wewenang untuk membentuk kerja sama dengan badan internasional dalam rangka penanganan suatu bencana. Di pasal selanjutnya, keberadaan relawan dari badan internasional yang membantu penanganan bencana di Indonesia ada di bawah kontrol dan menjadi tanggung jawab BNPB.

DAFTAR PUSTAKA

-       Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

-       Rosyidin, Muhammad. “Intervensi Kemanusiaan dalam Studi Hubungan Internasional: Perdebatan Realis Versus Konstruktivis”. Artikel Global dan Strategis, Th. 10, No. 1.

-       Intervensi Kemanusiaan (Humanitarian Intervention) Menurut Hukum internasional Dan Implementasinya Dalam konflik bersenjata, Emi Eliza, Fakultas Hukum Universitas Lampung Email :emieliza92@gmail.com, Heryandi, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Ahmad Syofyan, Fakultas Hukum Universitas Lampung

-       Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Bantuan Militer Asing Di Indonesia Dalam Penanggulangan Bencana Alam Oleh : Tim Pengkajian Hukum Yang Diketuai : Fachrudin, SH., MH.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Bambang Dwinanto P                   120180301002
Deddie Wijayanto                           120180301004
Dewi Apriliani                                  120180301005
Zahrotul Khumairoh                      120180301028






[1] Muhammad Rosyidin, Intervensi Kemanusiaan dalam Studi Hubungan Internasional: Perdebatan Realis Versus Konstruktivis, Artikel Global dan Strategis, Th. 10, No. 1.

Arah Kecenderungan dan Implikasi Humanitarian Intervention Terhadap Eksistensi NKRI Arah Kecenderungan dan Implikasi Humanitarian Intervention Terhadap Eksistensi NKRI Reviewed by Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional on February 05, 2019 Rating: 5

No comments:

Gallery

Powered by Blogger.